KAJIAN CERPEN
BERBASIS SOSIOLOGI SASTRA
Oleh: Erwin Purwanto[2]
PBSI 2007 A
Realita sosial dalam
pandangan sosiologi sastra merupakan sebab musabab lahirnya sebuah karya sastra
(cerpen). Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang
ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norna-norma
dan adat masa tersebut. Pengarang mengubah karyanya selaku seorang warga masyarakat
dan menyapa pembaca yang sama-sama dengannya merupakan warga masyarakat
tersebut[3].
Sastra menyajikan
kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyatan social, walaupun
karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia [4].
Cerpen Jakarta karya
Totilawati Tjitrawasita menyuguhkan sebuah kultur masyarakat pedesaan dan
perkotaan yang mempunyai sekat sangat jauh. Masyarakat pedesaan yang identik
dengan kehidupan tradisional akan kental nilai budayanya. Kebiasaan yang
menyatu dengan alam serta kepedulian terhadap nilai-nilai moral. Sikap saling
tolong-menolong dan saling membantu merupakan cirikas masyarakat pedesaan.
Selain menyuguhkan
kehidupan pedesaan cerpen tersebut menggambarkan masyarakat perkotaan yang penuh dengan kemodernisasinya dan
kehidupan yang seba mewah. Kesibukan serta padatnya jadwal rutinitas membuat
trasisi gotong royong semakin pudar.
Dalam cerpen tersebut
kehidupan pedesaan yang masih melekat dengan alam sekitar serta kepedulian
terhadap makhluk hidup disekitarnya. Kehidupan anak-anak yang sering membatu
orang tuanya di tegal maupun di sawah. Anak-anak sering mencari rumput untuk
pakan ternak, kegiatan seperti itu merupakan rutinitas sehari-hari. Kesibukan
tersebut sirna ketika anak-anak asyik bermain dengan hewan prliharaannya. sehingga seakan-akan para pembaca masuk dalam
kehidupan perdesaan. tergambarkan dalam kutipan berikuit:
Terkenang masa kecilnya, bercanda diatas punggung
kerbau
Kebiasaan masyarakat
pedesaan yang masih menggunakan alat-alat atau benda-benda tradisional yang
dalam kehidupan perkotaan sudah ditinggalkan bahkan dihilangkan. Pemakaina
alat-alat tradisional yang masih dipakai, walupun dalam bepergian jaun masih
dibawa. Masyarakat pedesaan bagi yang merokok pasti membawa kotak tempat untuk
menyimpan rokok, kebiasan tersebut sudah melekat dan merokok mermpunyai nilai
kebanggan tersendiri.
Ditepuk-tepunya debu yang melekat dicelananya, lantas
diambilnya slepi dari sakunya
Keunikan dan keragaman
masyarakat pedesaan dalam cerpen tersebut tidak hanya dari kedekatannya dengan
alam atau pemakaian alat-alat yang mana nama-namanya terdengar masyarakat
perkotaan yang aneh. Dalam segi pemakain
bahasa yang masih kental dengan bahasa kedaerahan serta logat yang tepat dengan
bahasa Jawa tertur jelas dan gambling. Hal tersebut membuktikan bahwa Totilawati
Tjitrawasita merupakan orang asli Jawa.
Kakang, simbok, dan dendhukku Tinah?
Selain menggambaran kan kehidupan pedesaan
cerpaen karya Totilawati Tjitrawasita juga menyuguhkan kehidupan perkotaan yang
penuh dengan kesibukan menjadikan antar
warga lingkungan jarang mengenal yang jauh dibanding dengan kibiasaan
masyarakat pedesaan. Kesibukan masing-masing membuat mereka lupa dengan
asal-usulnya. Kebiasan para penjabat untuk bertemu dengannya harus mengantri
dan mendaftar, walaupun yang bertamu tersebut keluarganya. Bagi masyarakat
pedesaan hal tersebut kebanyakan diperlakukab bagi para warga yang ingin
berobat kepada salah satu dokter.
Ketika penjaga menyodorkan buku tamu, hatinya
tersentil. Alangkah anehnya, mengunjungi adik sendiri harus mendaftar,
seingatnya dia bukan dokter.
Masyarakat perkotaan
yang terdiri dari berbagai latarbelakang yang berbeda baik dari suku maupun
agamanya. Masyarakat yang majemuk
dituntu berpacu dengan waktu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebiasaan
para orang-orang kaya yang bagi
masyarakat pedesaan jarang terpikirkan, sebab masyarakat pedesaan untuk makan
sehari-hari saja susah apalagi meniru gaya
para konglemerat. Kehidupan yang bebas tidak lagi terikat norma-norma maupun
agama merupakan hal yang sudah biasa dilakukan demi mencari kepuasan batin. Dunia
malam Perkotaan yang dihiasi keindahan lampu jalanan yang serba berkelap-kelip.
Mobil-mobil berjalan cepat secepat kilat. Kemegahan bangunan yang sudah merata
dan bertingkat. Duibangunnya tempat
hiburan yang merupakan tempat para orang kaya menghabiskan uang dan
melampiaskan kelelahannya.
Nigh clupb, Pak, pusat kehidupan malam di kota ini. Tempat
orang-orang kaya membuang duwitnya. Lampunya lima watt, remang-remang,
perempuan cantik, minuman keras, tari telanjang dan musik gila-gilaan
Kehidupan masyarakat
pedesaan yang berbeda dengan kehidupan perkotaan sangat jelas digambarkan dalam
Cerpen Jakarta karya Totilawati Tjitrawasita.
Pergeseran masyarakat pedesaan yang berubah ke kehidupan perkotaan dipengariuhi
oleh lingkungan sekitar dan tuntutan kerja. Peralihan kebiasan baik dari segi
sikap maupun perkataan sangat dirasakan ketika saudara sedesa berkunjung ke kota . Kebingungan dan
keanehan terselip dalam hatinya yang paling dalam. Kehidupan perkotaan identing dengan
kemodernisasi dan kehidupan pedesaan identik dengan kehidupan tradisional.
Perbedaan tersebut terjadi akibat kemajuan teknologi seta pengetahuan yang
tidak merata diseluruh nusantara.
*******
[1]
Tugas mata kuliah Pengkajian Prosa Program strata (S1) Pendidikan Bahasa dan
Sastra STKIP PGRI Ponorogo yang diampu Drs. Sugianto, M.Pd
[2]
Mahasiswa PBSI Reguler A
[3]
Luxemburg, Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta :
Gramedia (1986) hal.23
4 Lihat Rene Wellek & Austin Warren, Teori Kesustraan,
(penerjemah: Meilani Budianti), Gramedia, hal 109
No comments:
Post a Comment