Wednesday 28 March 2012


KAJIAN CERPEN

BERBASIS SOSIOLOGI SASTRA



POTRET KEHIDUPAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN DALAM CERPEN JAKARTA KARYA TOTILAWATI TJITRAWASITA[1]



Oleh: Erwin Purwanto[2]

           PBSI 2007 A



Realita sosial dalam pandangan sosiologi sastra merupakan sebab musabab lahirnya sebuah karya sastra (cerpen). Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norna-norma dan adat masa tersebut. Pengarang mengubah karyanya selaku seorang warga masyarakat dan menyapa pembaca yang sama-sama dengannya merupakan warga masyarakat tersebut[3].

Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyatan social, walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia [4].

Cerpen Jakarta karya Totilawati Tjitrawasita menyuguhkan sebuah kultur masyarakat pedesaan dan perkotaan yang mempunyai sekat sangat jauh. Masyarakat pedesaan yang identik dengan kehidupan tradisional akan kental nilai budayanya. Kebiasaan yang menyatu dengan alam serta kepedulian terhadap nilai-nilai moral. Sikap saling tolong-menolong dan saling membantu merupakan cirikas masyarakat pedesaan.

Selain menyuguhkan kehidupan pedesaan cerpen tersebut menggambarkan masyarakat perkotaan  yang penuh dengan kemodernisasinya dan kehidupan yang seba mewah. Kesibukan serta padatnya jadwal rutinitas membuat trasisi gotong royong semakin pudar.

Dalam cerpen tersebut kehidupan pedesaan yang masih melekat dengan alam sekitar serta kepedulian terhadap makhluk hidup disekitarnya. Kehidupan anak-anak yang sering membatu orang tuanya di tegal maupun di sawah. Anak-anak sering mencari rumput untuk pakan ternak, kegiatan seperti itu merupakan rutinitas sehari-hari. Kesibukan tersebut sirna ketika anak-anak asyik bermain dengan hewan prliharaannya.  sehingga seakan-akan para pembaca masuk dalam kehidupan perdesaan. tergambarkan dalam kutipan berikuit:

Terkenang masa kecilnya, bercanda diatas punggung kerbau 

Kebiasaan masyarakat pedesaan yang masih menggunakan alat-alat atau benda-benda tradisional yang dalam kehidupan perkotaan sudah ditinggalkan bahkan dihilangkan. Pemakaina alat-alat tradisional yang masih dipakai, walupun dalam bepergian jaun masih dibawa. Masyarakat pedesaan bagi yang merokok pasti membawa kotak tempat untuk menyimpan rokok, kebiasan tersebut sudah melekat dan merokok mermpunyai nilai kebanggan tersendiri.

Ditepuk-tepunya debu yang melekat dicelananya, lantas diambilnya slepi dari sakunya

Keunikan dan keragaman masyarakat pedesaan dalam cerpen tersebut tidak hanya dari kedekatannya dengan alam atau pemakaian alat-alat yang mana nama-namanya terdengar masyarakat perkotaan  yang aneh. Dalam segi pemakain bahasa yang masih kental dengan bahasa kedaerahan serta logat yang tepat dengan bahasa Jawa tertur jelas dan gambling. Hal tersebut membuktikan bahwa Totilawati Tjitrawasita merupakan orang asli Jawa.

Kakang, simbok, dan dendhukku Tinah?

Selain menggambaran kan kehidupan pedesaan cerpaen karya Totilawati Tjitrawasita juga menyuguhkan kehidupan perkotaan yang penuh dengan kesibukan  menjadikan antar warga lingkungan jarang mengenal yang jauh dibanding dengan kibiasaan masyarakat pedesaan. Kesibukan masing-masing membuat mereka lupa dengan asal-usulnya. Kebiasan para penjabat untuk bertemu dengannya harus mengantri dan mendaftar, walaupun yang bertamu tersebut keluarganya. Bagi masyarakat pedesaan hal tersebut kebanyakan diperlakukab bagi para warga yang ingin berobat kepada salah satu dokter.

Ketika penjaga menyodorkan buku tamu, hatinya tersentil. Alangkah anehnya, mengunjungi adik sendiri harus mendaftar, seingatnya dia bukan dokter. 

Masyarakat perkotaan yang terdiri dari berbagai latarbelakang yang berbeda baik dari suku maupun agamanya.  Masyarakat yang majemuk dituntu berpacu dengan waktu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebiasaan para orang-orang kaya  yang bagi masyarakat pedesaan jarang terpikirkan, sebab masyarakat pedesaan untuk makan sehari-hari saja susah apalagi meniru gaya para konglemerat. Kehidupan yang bebas tidak lagi terikat norma-norma maupun agama merupakan hal yang sudah biasa dilakukan demi mencari kepuasan batin. Dunia malam Perkotaan yang dihiasi keindahan lampu jalanan yang serba berkelap-kelip. Mobil-mobil berjalan cepat secepat kilat. Kemegahan bangunan yang sudah merata dan bertingkat.  Duibangunnya tempat hiburan yang merupakan tempat para orang kaya menghabiskan uang dan melampiaskan kelelahannya.  

Nigh clupb, Pak, pusat kehidupan malam di kota ini. Tempat orang-orang kaya membuang duwitnya. Lampunya lima watt, remang-remang, perempuan cantik, minuman keras, tari telanjang dan musik gila-gilaan

Kehidupan masyarakat pedesaan yang berbeda dengan kehidupan perkotaan sangat jelas digambarkan dalam Cerpen Jakarta karya Totilawati Tjitrawasita. Pergeseran masyarakat pedesaan yang berubah ke kehidupan perkotaan dipengariuhi oleh lingkungan sekitar dan tuntutan kerja. Peralihan kebiasan baik dari segi sikap maupun perkataan sangat dirasakan ketika saudara sedesa berkunjung ke kota. Kebingungan dan keanehan terselip dalam hatinya yang paling dalam.  Kehidupan perkotaan identing dengan kemodernisasi dan kehidupan pedesaan identik dengan kehidupan tradisional. Perbedaan tersebut terjadi akibat kemajuan teknologi seta pengetahuan yang tidak merata diseluruh nusantara.





*******









[1] Tugas mata kuliah Pengkajian Prosa Program strata (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra STKIP PGRI Ponorogo yang diampu Drs. Sugianto, M.Pd
[2] Mahasiswa PBSI Reguler A
[3] Luxemburg, Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia (1986) hal.23
4 Lihat Rene Wellek & Austin Warren, Teori Kesustraan, (penerjemah: Meilani Budianti), Gramedia, hal 109

No comments:

Post a Comment

Puisi

"Awan" Oleh:  Kang Win Awan mulai menylimuti matahari Cahaya panas kian menghilang Bak sirna dalam ke Hirupikukan Tak ada awan, t...